Fenomena Konstruksi jalan lebih rentan terhadap kerusakan karena efek cuaca ekstrim seperti kenaikan suhu udara dan curah hujan yang tidak menentu. Ini telah terlihat belakangan ini ketika banyak jalan rusak saat musim penghujan mulai. Menurut Ikaputra, Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) Universitas Gadjah Mada, “Pengembangan inovasi bahan dan konstruksi dalam mendukung daya tahan infrastruktur sangat diperlukan.” (Siaran pers dari Humas UGM, Minggu (2/2)). Mengurangi waktu penggantian jalan, menggunakan material yang tahan terhadap perubahan iklim, memberikan air untuk pendingin saat udara panas, mengatur lalu lintas, khususnya pengaturan kendaraan berat, dan mengatur standar desain kendaraan dan perkerasan. Karena strategi tersebut membutuhkan banyak uang untuk riset dan pengembangan, itu sulit untuk dilaksanakan. Menurutnya, untuk meningkatkan daya tahan jalan dengan menggunakan material ramah lingkungan seperti nanokomposit, teknologi Warm Mix Asphalt (WMA), dan metode desain berbasis data iklim, para peneliti harus mengembangkan solusi baru. Metode ini tidak hanya dapat meningkatkan ketahanan infrastruktur tetapi juga mendukung keberlanjutan lingkungan. Latif Budi Suparma, anggota Tim Ahli Pustral UGM dan Ketua Program Studi Magister Sistem dan Teknik Transportasi di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Fakultas Teknik UGM, menjelaskan bahwa infrastruktur ramah lingkungan dirancang dan dibangun dengan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi udara, air, dan tanah, serta dampak sosial terhadap masyarakat. Menurutnya, infrastruktur ramah lingkungan bertujuan untuk meningkatkan umur pemakaian infrastruktur dan mengurangi kebutuhan perawatannya. Latif menyatakan bahwa ada beberapa jenis perkerasan jalan yang ramah lingkungan, di antaranya penggunaan bahan yang digunakan kembali untuk mengurangi jumlah bahan yang dibuang, perkerasan jalan yang dapat mengalir yang berpotensi mengurangi limpasan dan meningkatkan kualitas air, teknologi aspal biogenic yang mengurangi emisi karbon dioksida selama produksi, dan aspal campuran hangat yang memerlukan suhu yang lebih rendah selama pemrosesan. Latif mengakui bahwa perubahan iklim memengaruhi perkerasan. Misalnya, perubahan curah hujan memengaruhi kualitas permukaan dan stabilitas jalan, terutama pada tanah lempung atau air tanah tinggi, yang meningkatkan risiko banjir. Dia menyimpulkan, “Perubahan iklim yang menurunkan kualitas permukaan secara tidak langsung dapat berdampak pada pengurangan keselamatan, peningkatan penggunaan kendaraan, namun mengurangi kecepatan. Hal ini tentunya juga dapat berdampak pada peningkatan kebisingan lalu-lintas.”
Leave a Reply