Bagaimana fenomena hujan es dapat terjadi di negara-negara tropis?
March 13, 2025Salah satu fenomena alam yang jarang terjadi di daerah tropis, termasuk Indonesia, adalah hujan es. Namun, hujan es masih dapat terjadi, terutama selama peralihan musim atau pancaroba. Selasa (11/3) sore, beberapa daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami hujan es baru-baru ini, menunjukkan bahwa kondisi atmosfer di daerah tropis dapat memungkinkan hujan es.
Proses di mana hujan es terbentuk
Awan Cumulonimbus (Cb), yang merupakan awan badai dengan perkembangan vertikal yang sangat tinggi, memiliki hujan es yang terbentuk di puncaknya, yang dapat mencapai ketinggian lebih dari 15 kilometer dan memiliki suhu puncak yang lebih rendah dari 7,2 derajat Celsius. Pada kondisi tersebut, uap air dalam awan mendingin secara ekstrim dan menghasilkan butiran es.
Adanya updraft dan downdraft yang sangat kuat dalam awan Cb adalah proses utama yang menyebabkan hujan es. Updraft adalah arus udara yang naik yang membawa butiran air ke bagian atas awan pada suhu yang sangat dingin, di mana butiran air membeku dan membentuk kristal es. Updraft yang sangat kuat (10-40 m/s) di atmosfer yang sangat labil memungkinkan butiran es semakin besar dan membentuk lapisan es yang lebih tebal di atasnya.
Ketika butiran es menjadi cukup berat dan tidak dapat ditahan oleh arus udara, ia akan jatuh ke permukaan bumi dan disebut hujan es. Fenomena ini terjadi jika butiran es tidak sempat mencair selama perjalanannya ke tanah. Cuaca ekstrem seringkali diperkuat oleh hujan dan angin kencang.
Faktor-faktor yang menyebabkan hujan es di daerah tropis
Hujan es masih dapat terjadi di negara tropis seperti Indonesia, meskipun lebih umum terjadi di daerah beriklim sedang atau subtropis. Beberapa faktor yang memengaruhi fenomena ini adalah sebagai berikut:
1. Masa peralihan musim (Pancaroba): Waktu antara musim hujan dan musim kemarau, yang berlangsung dari Maret hingga April dan sebaliknya dari September hingga Oktober, seringkali memicu cuaca ekstrim, termasuk hujan es. Pada saat ini, udara menjadi lebih labil, yang memudahkan proses konveksi yang kuat.
2. Awan cumulonimbus (Cb) yang tumbuh tinggi meningkatkan kemungkinan terbentuknya hujan es karena awan Cb berkembang hingga menembus batas freezing level (lapisan atmosfer tempat suhu mencapai titik beku).
3. Perubahan iklim dan variabilitas cuaca: Perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan suhu ekstrim, yang meningkatkan kemungkinan awan badai dan hujan es.
4. Fenomena atmosfer global (ENSO) La Niña dan El Niño adalah contoh fenomena yang dapat mempengaruhi pola curah hujan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem. Saat La Niña aktif, curah hujan cenderung lebih tinggi dan kemungkinan terjadinya badai petir yang mendukung hujan es meningkat.
Mitigasi dan antisipasi upaya
Karena fenomena hujan es tidak teratur dan sulit untuk diprediksi secara khusus, cara terbaik untuk mengantisipasi cuaca ekstrem adalah meningkatkan kewaspadaan. Beberapa tindakan yang dapat diambil untuk melakukan ini adalah:
1. Monitoring cuaca oleh BMKG: Masyarakat harus memperhatikan peringatan dini dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tentang kemungkinan cuaca ekstrim, terutama selama masa pancaroba.
2. Standar mitigasi terhadap dampak hujan es dan cuaca ekstrem disusun oleh Pusat Standardisasi Instrumen Ketahanan Bencana Perubahan Iklim (Pustandpi) SBILHK tengah.
3. Masyarakat harus lebih siap untuk menghadapi cuaca ekstrem dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang tanda-tanda hujan es dan cara melindungi diri dan aset dari dampak fenomena ini.
Diharapkan melalui pemahaman yang lebih baik tentang fenomena hujan es dan komponen penyebabnya, masyarakat dapat menjadi lebih waspada dan mengambil tindakan pencegahan untuk mengurangi dampak dari kejadian cuaca ekstrem ini.